Program KOTAKU Sumsel - Berdasarkan Surat Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman Nomor PR.01.03-ck/220 Tanggal 31 Maret 2016 Perihal Perpanjangan Kontrak Fasilitator/Senior Fasilitator/ Assisten/ Koordinator Kota Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU), maka telah resmi lah P2KKP (Program Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan) menjadi Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh).
Apakah Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) itu? berikut informasi umumnya.
PAKET INFO KOTAKU
Latarbelakang
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal
28H Ayat 1 menyatakan bahwa: “Setiap
orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”. Ayat tersebut menunjukkan bahwa tinggal di sebuah
hunian dengan lingkungan yang layak merupakan hak dasar yang harus dijamin
pemenuhannya oleh Pemerintah sebagai penyelenggara negara.
Penanganan
permukiman kumuh menjadi tantangan yang rumit bagi pemerintah kota/kabupaten,
karena selain merupakan masalah, di sisi lain ternyata merupakan salah satu
pilar penyangga perekonomian kota. Berangkat dari cita-cita bangsa dan
memperhatikan berbagai tantangan yang ada, Pemerintah menetapkan
penanganan perumahan dan permukiman kumuh sebagai target nasional yang
dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019. Dalam RPJMN 2015-2019 disebutkan bahwa salah satu sasaran
pembangunan kawasan permukiman adalah tercapainya pengentasan permukiman kumuh
perkotaan menjadi 0 (nol) hektar melalui penanganan kawasan permukiman kumuh
seluas 38.431 Ha. Untuk itu, seluruh
program di Ditjen Cipta Karya (DJCK) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(Kemen. PUPR) dalam
kurun waktu 5 tahun ke depan akan difokuskan untuk mewujudkan
permukiman yang layak huni hingga tercapai 0 Ha kumuh tanpa menggusur. Oleh karena itu, DJCK menginisiasi pembangunan platform kolaborasi untuk
mewujudkan permukiman layak huni melalui Program KOTAKU.
Pengertian Program
dan Definisi “Kumuh”
Program KOTAKU (Kota
Tanpa Kumuh) adalah program yang dilaksanakan secara nasional di 269
kota/kabupaten di 34 Propinsi yang menjadi “platform” atau basis penanganan
kumuh yang mengintegrasikan berbagai sumber daya dan sumber pendanaan, termasuk
dari pemerintah pusat, provinsi, kota/kabupaten, pihak donor, swasta,
masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. KOTAKU bermaksud untuk membangun
sistem yang terpadu untuk penanganan kumuh, dimana pemerintah daerah memimpin
dan berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan dalam perencanaan maupun
implementasinya, serta mengedepankan partisipasi masyarakat. KOTAKU diharapkan menjadi “platform
kolaborasi” yang mendukung
penanganan kawasan
permukiman kumuh seluas 38.431 Ha yang dilakukan secara bertahap di seluruh Indonesia melalui
pengembangan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat, penguatan kelembagaan,
perencanaan, perbaikan infrastruktur dan pelayanan dasar di tingkat kota maupun
masyarakat, serta pendampingan teknis untuk mendukung tercapainya sasaran RPJMN 2015-2019 yaitu
pengentasan
permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen.
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dijelaskan bahwa Permukiman Kumuh
adalah permukiman yang tidak laik huni karena ketidakteraturan bangunan,
tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan Perumahan Kumuh adalah
perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
Dari pengertian tersebut dapat
dirumuskan karakteristik perumahan kumuh dan permukiman kumuh dari aspek fisik sebagai berikut:
1. Merupakan satuan entitas perumahan dan permukiman;
2. Kondisi bangunan tidak memenuhi syarat, tidak
teratur dan memiliki kepadatan tinggi;
3. Kondisi sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat. Khusus untuk bidang
keciptakaryaan, batasan sarana dan
prasarana adalah
sebagai berikut:
a.
Keteraturan
bangunan
b.
Jalan
Lingkungan;
c.
Drainase
Lingkungan,
d.
Penyediaan Air
Bersih/Minum;
e.
Pengelolaan
Persampahan;
f.
Pengelolaan
Air Limbah;
g.
Pengamanan
Kebakaran; dan
h.
Ruang Terbuka
Publik.
Karakteristik fisik tersebut
selanjutnya menjadi dasar perumusan kriteria dan indikator dari gejala kumuh dalam proses identifikasi lokasi perumahan kumuh
dan permukiman kumuh. Selain karakteristik fisik,
karakteristik non fisik pun perlu diidentifikasi guna melengkapi penyebab kumuh
dari aspek non fisik seperti perilaku masyarakat, kepastian bermukim, kepastian berusaha, dsb.
Tujuan
Program
Tujuan program adalah meningkatkan
akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar
di kawasan kumuh perkotaan untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan.
Tujuan tersebut dicapai melalui tujuan antara sebagai
berikut:
1.
Menurunnya luas kawasan permukiman kumuh menjadi
0 Ha;
2.
Terbentuknya Kelompok Kerja Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Pokja PKP) di tingkat kabupaten/kota dalam penanganan kumuh yang
berfungsi dengan baik;
3.
Tersusunnya rencana penanganan kumuh tingkat
kota/kabupaten dan tingkat masyarakat yang terlembagakan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
4.
Meningkatnya penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui penyediaan
infrastruktur dan kegiatan peningkatan
penghidupan masyarakat untuk mendukung pencegahan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh; dan
5.
Terlaksananya aturan bersama sebagai upaya perubahan
perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat dan pencegahan kumuh.
Pencapaian tujuan program dan tujuan antara
diukur dengan merumuskan indikator
kinerja keberhasilan dan target capaian program yang akan berkontribusi
terhadap tercapainya sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019 yaitu pengentasan permukiman kumuh perkotaan
menjadi 0 persen. Secara garis besar
pencapaian tujuan diukur dengan indikator “outcome”
sebagai berikut:
1.
Meningkatnya akses masyarakat terhadap infrastruktur
dan pelayanan perkotaan pada kawasan kumuh sesuai dengan kriteria kumuh yang
ditetapkan (a.l drainase; air bersih/minum; pengelolaan persampahan; pengelolaan air limbah; pengamanan kebakaran; Ruang
Terbuka Publik);
2.
Menurunnya luasan kawasan kumuh karena akses
infrastruktur dan pelayanan perkotaan yang lebih baik;
3.
Terbentuk dan berfungsinya kelembagaan yaitu Pokja PKP
di tingkat kota/kabupaten untuk mendukung program KOTAKU; dan
4.
Penerima manfaat puas dengan kualitas infrastruktur dan
pelayanan perkotaan di kawasan kumuh.
Strategi Operasional
Strategi operasional dalam
penyelengaraan program adalah sebagai berikut:
- Menyelenggarakan penanganan kumuh melalui pencegahan kumuh dan peningkatan kualitas permukiman kumuh;
- Meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kelembagaan yang mampu berkolaborasi dan membangun jejaring penanganan kumuh mulai dari tingkat pusat s.d. tingkat masyarakat;
- Menerapkan perencanaan partisipatif dan penganggaran yang terintegrasi dengan multi-sektor dan multi-aktor;
- Memastikan rencana penanganan kumuh dimasukkan dalam agenda RPJM Daerah dan perencanaan formal lainnya;
- Memfasilitasi kolaborasi dalam pemanfaatan produk data dan rencana yang sudah ada, termasuk dalam penyepakatan data dasar (baseline) permukiman yang akan dijadikan pegangan bersama dalam perencanaan dan pengendalian;
- Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar lingkungan yang terpadu dengan sistem kota; Mengembangkan perekonomian lokal sebagai sarana peningkatan penghidupan berkelanjutan;
- Advokasi kepastian bermukim bagi masyarakat berpenghasilan rendah kepada semua pelaku kunci; dan
- Memfasilitasi perubahan sikap dan perilaku pemangku kepentingan dalam menjaga lingkungan permukiman agar layak huni dan berkelanjutan.
Prinsip
Prinsip dasar yang diterapkan dalam pelaksanaan Program KOTAKU
adalah:
1. Pemerintah daerah sebagai Nakhoda
Pemerintah daerah dan
pemerintah desa/kelurahan memimpin kegiatan penanganan permukiman kumuh
2. Perencanaan komprehensif dan berorientasi outcome
(pencapaian tujuan program)
Penataan permukiman diselenggarakan
dengan pola pikir yang komprehensif dan
berorientasi pencapaian tujuan terciptanya permukiman layak huni sesuai visi kabupaten/ kota
3. Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran
Rencana penanganan kumuh merupakan produk Pemda sehingga
mengacu pada visi kabupaten/ kota dalam RPJMD.
4. Partisipatif.
Pembangunan
partisipatif dengan memadukan perencanaan dari atas (top-down) dan dari bawah (bottom-up)
5. Kreatif dan Inovatif
Prinsip
kreatif dalam penanganan permukiman kumuh adalah upaya untuk selalu
mengembangkan ide-ide dan cara-cara baru dalam melihat masalah dan peluang yang sangat dibutuhkan dalam penanganan kumuh
6. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik (good governance)
pemerintah daerah
pemerintah desa/kelurahan dan masyarakat
mampu melaksanakan dan mengelola pembangunan wilayahnya secara mandiri, dengan
menerapkan tata kelola yang baik (good
governance).
7. Investasi penanganan kumuh disamping harus mendukung
perkembangan kota juga harus mampu meningkatkan kapasitas dan daya
dukung lingkungan.
Komponen
Program
Pola
Penanganan
Sesuai dengan tujuan program, penanganan
permukiman kumuh yang dimaksud dalam Program KOTAKU tidak hanya mengatasi
kekumuhan yang sudah ada, namun juga untuk mencegah tumbuhnya
kekumuhan baru. Cakupan kerja
penanganan kumuh dalam Program KOTAKU berdasarkan kondisi kualitas permukiman
yang ada dapat dibedakan menjadi tiga pola penanganan, yang mengacu kepada
Undang-Undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yaitu:
1.
Pencegahan
Tindakan pencegahan kumuh meliputi
pengelolaan dan pemeliharaan kualitas
perumahan dan permukiman, serta dengan pencegahan tumbuh dan berkembangnya perumahan dan
permukiman kumuh baru.
2.
Peningkatan Kualitas
Peningkatan kualitas perumahan
kumuh dan permukiman kumuh dapat dilaksanakan melalui pola-pola penanganan, antara lain pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali
3.
Pengelolaan
a. Pengelolaan dilakukan untuk
mempertahankan dan menjaga kualitas perumahan dan permukiman secara
berkelanjutan;
b. Pengelolaan dilakukan oleh masyarakat
secara swadaya;
c. Pengelolaan oleh masyarakat
difasilitasi oleh pemerintah daerah baik dukungan pendanaan untuk pemeliharaan
maupun penguatan kapasitas masyarakat untuk melaksanakan pengelolaan; dan
d. Pengelolaan
oleh pemerintah daerah dengan berbagai sumber pendanaan.
Lokasi
Program kotaku
dilaksanakan di 269 kota/kabupaten di 34 Propinsi di seluruh Indonesia. Cakupan lokasi program berdasarkan kategori kegiatan adalah sebagai
berikut:
1.
Kegiatan peningkatan kualitas permukiman dilaksanakan di seluruh kawasan teridentifikasi kumuh yang diusulkan kabupaten/kota. Khusus untuk
perbaikan infrastruktur tingkat kota (infrastruktur primer dan sekunder),
dukungan investasi dari pemerintah pusat hanya akan diberikan kepada
kota/kabupaten terpilih, yang memenuhi kriteria tertentu.
2.
Kegiatan pencegahan kumuh dilaksanakan di seluruh kelurahan dan atau
kawasan/kecamatan Perkotaan diluar kel/desa kawasan yang teridentifikasi kumuh termasuk lokasi kawasan permukiman potensi rawan kumuh yang diidentifikasi pemerintah
kabupaten/kota.
3.
Kegiatan pengembangan penghidupan berkelanjutan dilakukan di semua
lokasi peningkatan kualitas maupun pencegahan kumuh.
Diagram
Perencanaan Penanganan Kumuh melalui KOTAKU di Tingkat
Kota dan
Tingkat Masyarakat |
Persiapan
1. Advokasi dan Sosialisasi Program/Kegiatan
a.
Advokasi ke para pemangku kepentingan nasional, daerah
dan masyarakat;
b.
Lokakarya orientasi tingkat pusat untuk pelaku
atau pengelola program seperti PMU, CCMU dan Pokja
PKP Nasional;
c.
Lokakarya orientasi tingkat nasional, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota.
2. Penentuan Kabupaten/Kota Sasaran
a.
Seleksi kabupaten/kota yang memiliki komitmen
penanganan kumuh dan kriteria sesuai yang ditentukan Program
b.
Penandatanganan MOU antara Pusat dan Pemerintah Daerah
sebagai bukti komitmen akan menyelenggarakan Program KOTAKU
3. Pengembangan Kebijakan dan Penguatan
Kelembagaan
a.
Pengembangan kebijakan, strategi dan peraturan/pedoman
yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penanganan permukiman kumuh di daerah. Bila
diperlukan dapat dilakukan studi dan kajian lapangan pendukung;
b.
Pengembangan kelembagaan pengelola program seperti
PMU, CCMU (Central Collaboration Management Unit), Pokja PKP nasional dan
daerah serta kelembagaan masyarakat;
c.
Pengembangan
sistem informasi terpadu; dan
d.
Penguatan
kapasitas kelembagaan dan para pelaku dilaksanakan melalui pelatihan untuk para pelaku
dan pemangku kepentingan nasional.
Di tingkat
kota/kabupaten tahap persiapan meliput:
1.
Penyepakatan
MoU antara pemerintah daerah dengan dengan pemerintah pusat untuk
menyelenggarakan Program KOTAKU. MoU menyepakati indikasi kebutuhan pendampingan
kabupaten/kota yang bersangkutan, termasuk apakah akan menggunakan rencana
penanganan kumuh yang sudah ada (yang memenuhi kriteria minimum dan tercantum
dalam RPJM), merevisi, atau menyusun yang baru.
2. Lokakarya Sosialisasi Kabupaten/kota
3.
Penggalangan
Komitmen Para Pemangku Kepentingan
4. Pembentukan atau Penguatan Pokja Penanganan Permukiman kumuh
5. Komitmen Penyusunan Dokumen RP2KP-KP
Perencanaan
1.
Persiapan perencanaan
2.
Penyusunan RP2KP-KP dan RPLP
3.
Penyusunan Rencana Detil/Teknis
Pelaksanaan
1.
Penganggaran
di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten/kota untuk memastikan
keterpaduan dan ketersediaan anggaran sesuai dengan rencana investasi yang
telah disepakati dalam RP2KP-KP, rencana kawasan, maupun dokumen lainnya. Kegiatan yang akan dilaksanakan,
berdasarkan prioritas dari perencanaan penanganan permukiman kumuh tingkat
Kab/Kota atau Kelurahan/Desa dengan sumber pembiayaan dari APBN, APBD, swadaya
masyarakat dan sumber pembiayaan lainnya yang sah
2.
Penyusunan
DED, pelelangan, konstruksi, dan supervise kegiatan. Pelaksana kegiatan infrastruktur skala
kabupaten/kota secara kontraktual oleh pihak ketiga (kontraktor) dengan
pengadaan barang dan jasa oleh Satker Provinsi, mengacu pada peraturan
perundangan yang berlaku
3.
Sosialisasi, edukasi, pelatihan
terkait pemberlakuan Aturan Bersama atau aturan lainnya untuk pencegahan kumuh
dan Rencana O & P
Keberlanjutan
Tahapan keberlanjutan ini diartikan sebagai tahap setelah
pelaksaaan lapangan dilakukan meskipun demikian hal tersebut tidak dapat
terjadi dengan sendirinya, melainkan harus diupayakan sejak awal proses dari
tahapan persiapan, perencanaan dan pelaksanaan dimana didalamnya ada tahapan
monitoring dan evaluasi. Upaya keberlanjutan pada program ini diharapkan pada
keberlanjutan yang diuraikan sebagai berikut:
1. Penyusunan kerangka regulasi
2.
Penguatan Kelembagaan untuk Penganggaran dan Operasional dan
Pemeliharaan. Pembangunan
lembaga pengelola infrastruktur yang telah dibangun, misalnya penilik sampah,
penilik drainase, kebakaran, bangunan, dsb
3. Pengelolaan Database dan Mekanisme Pemantauan Pelaksanaan Program.
4. Kegiatan monitoring dilakukan dengan memanfaatkan system informasi dan GIS yang berbasis website. Sistem informasi mencakup profil kumuh di tingkat kota/kabupaten, kawasan, maupun kelurahan sesuai data hasil survey baseline maupun SK kumuh, ringkasan RP2KP-KP dan RPLP, proses dan progress kegiatan peningkatan kualitas maupun pencegahan, hasil2 kegiatan infrastruktur, capaian indicator kinerja, maupun informasi kelembagaan, pemprograman maupun penganggaran di tingkat kota/kabupaten. Tahap evaluasi diselenggarakan dengan mengacu pada baseline data, hasil monitoring dan survey khusus untuk studi evaluasi. Evaluasi akan memberikan gambaran pencapaian serta rekomendasi sebelum masuk ke siklus selanjutnya.
Pelaku Program